BPPT Ciptakan Pesawat Tanpa Awak

JAKARTA - Teknologi penerbangan Indonesia selangkah lebih maju. Setelah melakukan riset selama delapan tahun, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akhirnya berhasil menciptakan pesawat terbang tanpa awak. Kreasi asli putra Indonesia itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan militer maupun sipil.
Litbang BPPT berhasil membuat prototype PUNA (Pesawat Udara Nir-Awak), dengan tiga varian. Yakni varian Pelatuk, Gagak dan Wulung, dengan kelebihan masing-masing.
”Sampai sekarang sudah ada 10 unit,” ujar Head of Air Platform Division BPPT Ir Akhmad Rifai di Jakarta, Minggu kemarin (30/11). Akhmad menjelaskan, PUNA merupakan cikal bakal pesawat intai asli rakitan putra Indonesia. Pesawat ini bisa digunakan untuk pemantauan dari udara, seperti pemetaan, pemantauan kebakaran hutan, mitigasi bencana, pencarian korban, hingga pengintaian musuh.
PUNA juga bisa digunakan untuk kasus-kasus darurat. ”Misalnya, jika ada kasus kehilangan pesawat atau kapal, maka pesawat tanpa awak yang dapat dipasangi kamera ini sangat berguna dalam pencarian,” katanya.
BPPT fokus pada penyempurnaan sistem autonomous (waypoint) dan kemampuan manuver terbangnya. Beberapa pesawat yang siap mengudara antara lain berupa BPPT-01A 'Wulung', BPPT-01B 'Gagak' dan BPPT-02A'Pelatuk'.
Wulung memiliki konfigurasi Hi Rectangular Wing, ekor berbentuk huruf T dan low single boom. Dengan bentangan sayap sepanjang 6,36 m, panjang 4,32 m, tinggi 1,32 m, dan berat saat lepas landas hingga 120 kg. PUNA jenis ini dirancang bagi misi 'Hi-Hi-Hi' atau lepas landas dan langsung melesat pada ketinggian puncak. Wulung juga mumpuni untuk difungsikan sebagai penjelajah di ketinggian puncak.
Menurut Akhmad, Wulung paling cocok digunakan pada misi yang hanya bisa maksimal bila dipantau dari high altitude. Antara lain pemotretan udara pada area yang sangat luas, pengukuran karakteristik atmosfer, dan pemantauan kebocoran listrik pada kabel listrik tegangan tinggi. ”Dengan begitu tidak ada resiko bagi manusia, karena tidak perlu pilot,” tambahnya.
Sedangkan type Gagak memiliki konfigurasi low tapered wing. Sayap ekor berbentuk huruf 'V dan low single boom, dengan bentangan sayap sepanjang 6,93 m, panjang 4,38 m, tinggi 1,12m, dan berat ketika lepas landas mencapai 120 kg. Gagak dirancang bagi misi 'Lo-Hi-Lo'. Artinya, saat lepas landas, Gagak bisa langsung mengambil posisi penerbangan dengan ketinggian rendah. ”Gagak dapat melakukan pemotretan dari udara pada jangkauan luas, namun dengan pendekatan yang lidak bisa dideteksi oleh lawan. Begitu pula saat Gagak akan meninggalkan area intaian,” paparnya.
Sedangkan tipe Pelatuk cocok untuk mengintai pembalakan liar. Memiliki konfigurasi high single boom, hi tapered outer wing inverted V tail, dengan bentangan sayap sepanjang 6,92 m, panjang 4,38 m, tinggi 1,21 m, dan saat lepas landas beratnya mencapai 120 kg.
Menurut Akhmad, Pelatuk sangat tangguh pada misi yang membutuhkan ketinggian rendah. ”Pelatuk mampu melakukan operasi udara pada area yang kecil, pengintaian jarak dekat dengan sasaran misalnya pemantauan pembalakan liar di hutan-hutan dan pencurian ikan di lautan,” ucapnya.(rdl/jpnn)


 



Bookmark the permalink. RSS feed for this post.

Leave a Reply

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by LiteThemes.com.